Mencintai dengan MeneladaniKetahuilah, engkau baru akan mengdapat kedudukan mulia dan tinggi di
sisi Allah Swt jika mengikuti sunnah Nabi Saw. Sebaliknya, engkau
akan diremehkan dan jauh dari Allah jika tidak mengikuti Nabi Saw.
Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakan (wahai Muhammad): “Jika kalian
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan
mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran [3]: 31).
Mengikuti Nabi Saw terwujud dalam dua
aspek: lahiriah dan batiniah. Aspek lahiriah berupa shalat, puasa,
haji, zakat, jihad di jalan Allah, serta berbagai ibadah lainnya.
Sementara aspek batiniah berupa keyakinan akan adanya pertemuan dengan
Allah di dalam shalat, disertai kekhusyuan dan perenungan terhadap
bacaan-bacaannya. Apabila engkau tengah melakukan amal ketaatan seperti
shalat dan membaca al-Qur’an, namun pada saat itu engkau tidak bisa
merasakan kehadiran Allah, tidak memiliki rasa takut, tidak berpikir
dan tidak bisa merenungi, berarti penyakit batin telah menghinggapi
dirimu, entah itu kesombongan, ujub, atau sejenisnya.
Allah Swt berfirman:
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.”
(QS. al-A‘raf [7]: 146).
Orang seperti itu tak ubahnya laksana orang yang
sedang terserang penyakit demam. Baginya, semua makanan di mulutnya
terasa pahit. Ia sama sekali tidak merasakan nikmatnya makanan, bahkan yang
mengundang selera dan lezat sekalipun, akibat rasa pahit di mulutnya.
Orang seperti tadi takkan bisa merasakan nikmatnya taat kepada Allah.
Lewat lisan Nabi Ibrahīm a.s., Allah juga berfirman:
فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي
“Siapa yang mengikutiku, sesungguhnya ia termasuk golonganku.”
(QS. Ibrahim [14]: 36).
Artinya, siapa yang tak mengikuti jejak Nabi Saw, maka tidak termasuk golongannya. Allah juga menceritakan kisah
Nabi Nuh a.s. yang berseru:
إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي
“Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku.” (QS. Hud [11]: 45).
Namun Allah kemudian menjawab:
يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ
“Hai Nuh, dia bukanlah termasuk keluargamu. Sesungguhnya perbuatannya adalah perbuatan yang tidak baik.” (QS. Hūd [11]: 46).
Sikap mengikuti menyebabkan seseorang seolah-olah menjadi bagian dari
orang yang diikutinya walaupun ia orang asing atau tak mempunyai
hubungan kekerabatan dengannya. Misalnya adalah Salman al-Farisi yang
oleh Rasulullah Saw dinyatakan: "Salman termasuk keluarga bagi kami." Tentu saja Salman berasal dari Persia dan bukan keturunan Quraisy.
Bahkan, ia bekas budak yang diperjualbelikan di pasar. Namun, karena
mengikuti Nabi Saw ia lalu dianggap bagian dari keluarga beliau.
Demikianlah Nabi Saw mengajari umatnya; sebuah isyarat bahwa amal
shalih akan mengangkat pelakunya pada derajat yang tinggi lagi mulia.
Sebagaimana sikap patuh dan taat mengikat jalinan hubungan, sikap
membangkang juga menyebabkan putusnya hubungan seperti yang terjadi pada
anak Nabi Nuh a.s. Juga seperti yang terjadi pada istri Nabi Nuh dan
Nabi Luth sebagaimana dikisahkan Allah:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ
لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ
فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ
ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
“Allah membuat istri
Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada
di bawah pengawasan kedua hamba-Ku yang saleh tetapi keduanya telah
mengkhianati suami mereka, maka kedua suaminya tiada dapat membantu
mereka sedikit pun dari (siksa) Allah dan dikatakan kepada keduanya:
“Masuklah kalian berdua ke dalam neraka bersama yang lainnya.” (QS. at-Tahrim [66]: 10).
Kunci segala kebaikan adalah mengikuti Nabi Saw. Ikutilah beliau
dengan selalu merasa cukup terhadap segala karunia Allah, bersikap zuhud
terhadap milik orang, tidak rakus kepada dunia, serta meninggalkan ucapan
dan perbuatan yang tidak berguna. Siapa yang Allah bukakan pintu
baginya untuk mengikuti Nabi Saw, itu pertanda bahwa ia telah
dicintai-Nya. Allah Swt berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian.” (QS. Ali Imran [3]: 31).
Bila engkau ingin mendapatkan seluruh kebaikan, berdoalah: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar bisa mengikuti Rasulullah Saw dalam ucapan maupun tindakan.”
Siapa yang memimpikan hal tersebut, hendaknya ia tidak menzalimi
para hamba Allah – dalam hal kehormatan ataupun nasab mereka. Dengan
demikian, ia akan bisa bergegas menuju Allah. Namun sebaliknya, ia akan
terhalang dan terhijab dari Allah bila melakukan kezaliman. Ibaratnya
seperti orang yang berhutang, ia akan ditahan karena ada orang yang
menuntut haknya.
Bayangkan andai engkau disenangi seorang raja dan berada dekat
dengannya. Lalu tiba-tiba seseorang datang menagih hutang – walaupun
sedikit – padamu di hadapan raja tadi, memojokkanmu, membuka aibmu,
mencelamu, serta merendahkan kehormatanmu di hadapannya.
Lalu bagaimana jika pada hari kiamat engkau datang, sementara ada
ratusan ribu orang meminta berbagai macam hutang padamu. Entah yang
uangnya pernah diambil, kehormatannya pernah dirusak, dipukul, dicaci
dan dimaki, serta lain sebagainya. Bagaimana kira-kira rasanya ketika
engkau berdiri di hadapan Sang Raja Diraja, di hadapan Nabi Saw, dan
disaksikan oleh semua makhluk?
Nabi Saw bersabda: “Tahukah engkau orang yang rugi?” Para sahabat menjawab: “Orang yang rugi adalah yang tak punya uang dan harta.” Nabi Saw menyanggah: “Orang
yang rugi adalah orang yang pada hari kiamat datang membawa shalat,
puasa, dan zakat, tapi ia pernah mencaci, merusak kehormataan, memakan
harta, menumpahkan darah, dan memukul orang. Sehingga sebagai gantinya,
amal kebaikannya diberikan kepada orang-orang teraniaya itu. Apabila
amal kebaikannya telah habis sebelum beban kewajibannya terbayar,
dosa-dosa mereka diambil dan diberikan padanya sehingga ia dilempar ke
neraka.” (HR Imam Muslim dan Imam at-Tirmidzī).
Mencintai dengan Bershalawat
Siapa yang merasa ajalnya telah dekat lalu ia ingin menebus hak-hak
Allah Swt yang pernah ia lalaikan, serta ingin melakukan amal-amal
shalih, maka hendaknya ia banyak membaca dzikir yang bersifat
komprehensif. Sebab, jika hal itu dikerjakan, umur yang pendek pun akan
menjadi panjang. Misalnya dengan membaca.
سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ وَ رِضَا نَفْسِهِ وَ زِنَةَ عَرْشِهِ وَ مِدَادَ كَلِمَاتِهِ
"Maha Suci Allah Yang Maha Agung disertai pujian pada-Nya
sejumlah bilangan makhluk-Nya, sesuai dengan ridha dari-Nya, seberat Arsy-Nya, dan sebanyak tinta (bagi) kata-kataNya."
Juwairiyah binti al-Harits meriwayatkan bahwa Nabi Saw suatu
ketika pergi dari sisinya kemudian kembali lagi setelah waktu dhuha. Sementara itu Juwairiyah tetap dalam posisi duduk. Melihat hal tersebut,
Nabi pun bertanya: “Engkau masih tetap dalam kondisi seperti yang aku
tinggalkan?” “Ya”, jawabnya. Nabi Saw kemudian berkata: “Setelah
pergi tadi, aku membaca empat kalimat sebanyak tiga kali. Seandainya ia
ditimbang dengan apa yang engkau baca sejak hari ini pasti akan sama
nilainya, yaitu: Subhaanallaahi wa bihamdihi, ‘adada khalqihi, wa ridhaa
nafsihi, wa zinata ‘arsyihi, wa midaada kalimaatih.” (HR Imam Muslim dan Imam Abu Daud).
Orang yang tak kuasa memperbanyak puasa dan melakukan shalat malam
juga hendaknya menyibukkan diri dengan bershalawat atas Rasulullah Saw. Seandainya sepanjang hidup engkau melakukan seluruh amal
ketaatan, lalu Allah memberikan satu shalawat saja atasmu, tentu satu
shalawat tersebut lebih berat dari semua amal ketaatan yang engkau
lakukan selama hidup itu. Sebab, engkau bershalawat sesuai dengan kapasitas
kemampuanmu, sementara Allah bershalawat sesuai dengan rububiyyah (sifat
ketuhanan)-Nya. Ini baru satu shalawat. Lalu, bagaimana jika Allah
bershalawat untukmu sebanyak sepuluh kali atas setiap bershalawat satu
kali atas Rasul Saw seperti yang diterangkan dalam hadits beliau?
Menurut Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang bershalawat atasku sekali, Allah akan bershalawat padanya sepuluh kali.” (HR Imam Muslim dan Imam Abu Daud).
Betapa indahnya hidup ini jika engkau isi dengan taat kepada Allah.
Yaitu, dengan cara berdzikir pada Allah dan sibuk bershalawat atas
Rasulullah Saw di setiap waktu disertai oleh qalbu yang ikhlas, jiwa
yang bening, niat yang baik dan perasaan cinta kepada Rasulullah Saw.
Allah memerintahkan kita untuk bershalawat atas Nabi Saw:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya
Allah beserta para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi Saw. Wahai
orang-orang yang beriman, ucapkanlah shalawat dan salam atasnya.” (QS. al-Ahzab [33]: 56).
Wallahu a'lam