Wahai hamba Allah, bila engkau meminta kepada Allah di saat dekat
dengan-Nya, mintalah agar Dia memperbaiki semua yang ada pada dirimu.
Berdoalah: “Ya Allah, perbaiki semua keadaanku!” Mintalah kepada Allah
agar Dia memperbaiki keadaanmu disertai perasaan ridha terhadap semua
ketetapan-Nya. Yakni, dengan kepasrahan dan sikap rela terhadap semua
qadhā’ dan qadar-Nya.
Engkau adalah seorang hamba yang linglung jika saat diminta kembali
kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, engkau justru lari dari-Nya dengan
berbuat maksiat. Lari dari Allah ditandai dengan perbuatan-perbuatan
jahat, tindakan pelanggaran, keinginan menyimpang dan niat yang salah.
Bila engkau lalai dalam salat, menyia-nyiakan puasa, mengeluhkan karunia
Allah dan mencintai dunia, berarti engkau telah lari dari Allah.
Sebab hawa nafsu telah membuatmu berani pada-Nya, yakni
menentang-Nya. Engkau sudah berpaling dari Allah kala engkau condong
pada indahnya dunia, terbuai dengannya, sibuk memikirkannya, serta lupa
pada dahsyatnya hari akhirat.
Allah berfirman: “Janganlah
kamu membelalakkan kedua matamu (terkagum-kagum) dengan apa yang Kami
berikan pada merkea sebagai perhiasan kehidupan dunia. Hal itu untuk
menguji mereka. Sedangkan rezeki Tuhanmu jauh lebih baik dan lebih
kekal.” (QS. Thahā [20]: 131).
Allah telah menakdirkan sehat dan sakit, kaya dan miskin, serta
senang dan sedih bagimu. Maksudnya adalah agar engkau kembali pada-Nya
dan mengetahui semua sifat-Nya. Sehingga ketika lapang engkau bisa
bersyukur dan ketika sulit engkau bisa pasrah dan bersabar.
Wahai manusia, berapa kali engkau hinakan dirimu dengan berdiri di
hadapan makhlūk, meminta bantuan dan pertolongan mereka? Berapa kali
mereka merasa keberatan dengan permintaanmu, bermuka masam, serta
menghinamu? Sementara engkau tidak pernah sekali pun kembali pada
Majikan-mu, tidak pernah meminta kebutuhanmu pada-Nya, serta tidak pernah
menghadap-Nya secara khusyū', berdoa secara jujur dan memohon secara
tulus.
Wahai hamba Allah, jika engkau menghendaki kemuliaan, janganlah
berharap pada makhlūk. Tetapi tambatkan asa dan harapanmu pada Allah,
serta tampakkan kebutuhanmu yang mendesak kepada-Nya. Sebab, Allah
mengabulkan doa orang yang sedang terdesak. Dia bisa melenyapkan bahaya,
dan merasa senang jika diminta oleh hamba-Nya. Siapa yang meminta
kepada makhlūk, tidak kepada Tuhan dan Tuannya, ia akan menjadi sangat
hina.
Dirimu begitu setia dan terbuai dengan makhlūk, sedangkan kepada
Allah engkau malah acuh dan menjauh. Engkau tergolong bodoh kalau
terus-menerus menemui makhlūk karena ingin mendapat hartanya, sementara
engkau tinggalkan pintu Dzat Pemberi rezeki Yang Maha Kuat dan Maha
Kokoh. Pantaskah engkau meminta pada makhlūk yang fakir, lalu
meninggalkan Allah Yang Maha Kaya? Jika ingin mendapat berbagai karunia,
tunjukkan kepapaan dan kebutuhanmu pada-Nya, serta jangan sekali-kali
mengandalkan kekuatan siapa pun yang berada di sekitarmu.
Bila engkau ingin mendapat bagian seperti yang Allah berikan kepada
para wali-Nya dan bila engkau ingin hidup mulia, mintalah kebutuhanmu
pada Allah, arahkan keinginanmu pada-Nya, serta sibuklah dengan-Nya.
Allah berfirman: “Siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.” (QS. ath-Thalāq [65]:3).
Ibn ‘Abbas r.a. berkata: “Pada suatu hari, ketika aku berada di belakang Nabi Saw beliau bersabda: “Wahai
anak muda, jagalah (hak-hak) Allah, pasti Allah akan menjagamu. Jagalah
Allah, pasti Allah akan memperhatikanmu. Jika engkau hendak meminta,
mintalah pada Allah. Jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah
pada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya umat ini berkumpul untuk memberi
manfaat kepadamu, hal itu takkan terwujud kecuali dengan takdir-Nya.
Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu, hal itu takkan
berhasil kecuali dengan takdīr-Nya. Pena sudah kering dan lembaran pun
sudah dilipat.” (HR at-Tirmidzī dan menurutnya sanad hadits ini shahih).
Saya mendengar Abul-‘Abbās al-Mursī berkata: “Demi Allah, aku tidak
melihat kemuliaan kecuali saat manusia tidak membutuhkan makhlūk dan
saat ia bisa menjaga diri dari harta mereka.” Perhatikanlah selalu
firman Allah: “Kemuliaan itu hanyalah milik Allah, untuk Rasūl-Nya, serta milik orang-orang yang beriman.”
(al-Munāfiqūn [63]: 8). Di antara kemuliaan yang Allah berikan kepada
kaum mu’min adalah ketika ia menambatkan kebutuhan dan keyakinannya pada
Allah, tidak pada yang lain.
Wahai saudaraku, Allah telah memakaikan padamu pakaian iman dan
menghiasimu dengan perhiasan makrifat. Oleh karena itu, hendaknya engkau
malu kepada Allah apabila lalai dan lupa – sehingga condong pada dunia
lalu meminta kebaikan orang.
Alangkah buruk andai seorang mu’min meminta kebutuhannya pada makhlūk
padahal ia mengetahui keesaan Allah dan mendengar firman-Nya: “Bukankah Allah mencukupi hamba-Nya.” (QS. az-Zumar [39]: 36).
Allah berfirman: “Wahai orang-orang beriman penuhilah janjimu.”
Di antara janji yang engkau buat adalah bahwa engkau tidak akan meminta
kebutuhanmu kecuali kepada Allah, serta tidak akan bertawakkal kecuali
kepada-Nya. Allah berfirman: “Hanya kepada Allah hendaknya kaum mukmin bertawakal.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 160).
Sebaik-baik permintaan seorang hamba kepada Tuhannya adalah memohon agar diberi sikap istiqāmah bersama-Nya. Allah berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus (istiqāmah).” (QS. al-Fātihah [1]: 6).
Mintalah selalu petunjuk dan sikap istiqāmah. Yaitu, dengan
senantiasa bersama Allah di setiap keadaan dalam naungan ridha-Nya. Yaitu
dalam naungan ajaran Nabi Saw, seperti yang Allah firmankan: “Terimalah
semua yang diajarkan Rasūl dan jauhilah semua yang dilarangnya.
Bertakwalah kepada Allah. Sungguh hukuman Allah sangat hebat.” (QS. al-Hasyr [59]: 7).
Orang yang sedang berjalan menuju Allah dan mendekatkan diri dengan
ibadah ibarat orang yang sedang membuat sumur di dalam tanah sedikit
demi sedikit hingga menemukan lubang. Setelah melakukan usaha dan
perjuangan panjang, akhirnya sumur itupun memancarkan air. Adapun orang
yang “ditarik mendekat” seperti orang yang sedang menginginkan air lalu
tiba-tiba awan dari langit menurunkan hujan sehingga ia pun mengambil
air tersebut sesuai dengan kebutuhannya tanpa harus bersusah payah.
Artinya, Allah telah menarik orang tersebut kepada-Nya.
Syaikh Abul-Hasan asy-Syādzilī bercerita: “Pada suatu saat, aku
tinggal di pedalaman selama tiga hari. Ketika itu, tak ada makanan yang
bisa disantap. Tiba-tiba beberapa orang Nashrānī lewat di depanku.
Mereka melihatku sedang bersandar. Lalu mereka berucap: “Orang itu
ulamanya kaum muslim.” Kemudian mereka letakkan di atas kepalaku
sepotong makanan lalu pergi. “Sungguh ajaib. Bagaimana mungkin rezekiku
datang lewat perantara musuh, bukan lewat perantaraan para kekasih,”
kataku ketika itu. Tiba-tiba ada suara menjawab: “Orang yang hebat
bukanlah yang diberi rezeki lewat para kekasih, tetapi lewat musuh.”
Wallahu a'lam bish-shawab